
Al-Qur’an adalah pedoman dan landasan hidup terbaik bagi seluruh umat manusia. Allah tegaskan dalam ayat-Nya bahwa Al Qur’an memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada kaum mukminin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
Syaikh As-Sa’di t mengatakan dalam tafsirnya, “Allah memberitakan tentang kemuliaan Al-Qur’an yaitu sebagai penunjuk kepada jalan yang lebih adil dan mulia dalam semua aspek kehidupan seperti aqidah, amal dan akhlak. Sehingga barang siapa mengambil petunjuk dari Al- Qur’an, maka ia akan menjadi manusia yang paling sempurna, lurus dan terpetunjuk dalam segala urusannya.” Dengan demikian sudah sepantasnya jika Al-Qur’an menjadi tolok ukur untuk menilai kebanaran. Segala sesuatu yang sejalan dengan Al-Qur’an dan ajaran Nabi n, maka itulah kebenaran.
Namun ironisnya kebanyakan manusia menjadikan pendapat mayoritas sebagai standar kebenaran. Sebaliknya, pendapat minoritas diyakini sebagai suatu kebatilan tanpa mempedulikan landasan hukumnya. Cara pandang seperti ini sangat bertentangan dengan sekian banyak ayat Al-Qur’an dan hadits. Al- Qur’an sendiri tidak pernah menjelaskan bahwa kebenaran adalah segala hal yang dipilih dan diikuti oleh mayoritas manusia. Bahkan justru sebaliknya, begitu banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa kebanyakan manusia berada dalam kesesatan.
Di antaranya Allah berfirman:
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya.” [Q.S. Al An’am : 116].
Syaikh As-Sa’di berkata, “Allah berfirman kepada Nabi-Nya untuk mengingatkan supaya jangan mengikuti kebanyakan manusia. Sungguh agama, amalan dan pengetahuan mayoritas dari mereka telah menyimpang dari kebenaran. Agama mereka telah rusak, amalan mereka mengikuti hawa nafsu dan amalan mereka tidak ada realitanya dan tidak pula menyampaikan kepada jalan yang lurus. Bahkan maksimalnya mereka mengikuti prasangka yang tiada berfaidah sedikit pun terhadap kebenaran. Mereka menduga-duga dalam perkataan tentang Allah padahal mereka tidak mengetahui ilmunya. Siapa saja yang keadaannya seperti ini, maka sudah semestinya Allah memperingatkan hambahamba- Nya dan menjelaskan keadaan mereka. Meskipun pembicaraan dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , namun beliau adalah suri teladan umat Islam dalam seluruh hukum yang bukan termasuk kekhususan bagi beliau. Allah paling benar perkataan-Nya dan paling mengetahui siapa saja yang terpetunjuk dan tersesat dari jalan-Nya. Maka kalian wahai kaum mukminin, wajib mengikuti nasihat, perintah dan larangan-Nya. Karena Allah lebih mengetahui tentang maslahat kalian dan lebih berkasih sayang terhadap kalian daripada diri kalian sendiri. Ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu tidak bisa dinilai dengan banyaknya pengikut. Tidak pula menunjukkan bahwa sedikitnya pengikut pada suatu perkara menunjukkan bahwa perkara tersebut tidak benar. Bahkan realitanya bertolak belakang dengan hal tersebut. Karena pengikut kebenaran jumlahnya lebih sedikit namun kedudukan dan pahala mereka lebih besar di sisi Allah .” Hal senada juga dijelaskan dalam sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya menegaskan bahwa kebanyakan manusia tidak beriman, tidak bersyukur, dalam keadaan fasik, kafir dan yang lainnya.
Kita ingat pula sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang jumlah pengikut nabi-nabi terdahulu. Ada di antara mereka yang hanya mempunyai satu atau dua pengikut. Bahkan ada pula di antara mereka yang sama sekali tidak mempunyai pengikut. Sementara orang-orang yang menolak dan menentang dakwah mereka jumlahnya lebih banyak. Maka tentunya tidak bisa kita katakan bahwa para penentang dakwah yang jumlahnya mayoritas itu sebagai pihak yang benar. Sementara para nabi yang pengikutnya hanya sedikit dan bahkan seorang diri tanpa pengikut berada di pihak yang salah. Para ulama salaf pun telah mewanti-wanti kaum muslimin agar jangan terkecoh dan tertipu dengan jumlah mayoritas.
Al Fudhail bin Iyadh berkata:
“Janganlah engkau berkecil hati karena menempuh jalan yang benar meskipun sedikit orang yang menempuhnya. Dan janganlah engkau tertipu dengan kebatilan meskipun banyak orang yang mengamalkannya.”
Dengan demikian jelaslah bahwa menjadikan suara mayoritas sebagai standar adalah kesalahan dan bukan ajaran Islam. Namun yang menjadi pataukan kebenaran adalah Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman para ulama salaf. Allahu a’lam. [Abu Hafy Abdullah]
Sumber: Majalah Thasfiyah Edisi 34 Vol.03 1435H-2014M