Bercanda itu menentramkan jiwa. Bercanda antara suami dengan istri untuk menghangatkan dan merekatkan interaksi dalam harmoni, antara orangtua dengan anak sebagai tarbiyah, dan juga antara sahabat atau teman karib kerabat sekedar mencairkan suasana. Bercanda membikin suasana tidak kaku, tidak dingin. Hati jadi lepas, jiwa tidak terpenjara dalam hambarnya suasana.
Kesempurnaan Islam mengajarkan adab dalam bercanda. Satu hal pentingnya adalah TIDAK BERDUSTA. Saya tulis dengan kapital karena ini menjadi sangat penting. Betapa banyak teman dan sahabat kita yang mengerti dien bahkan, bercanda dalam tulisan mereka sekedar ingin membuat saudaranya terbahak. Mungkin sekedar copas aja. Tapi sungguh ancamannya nyata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (Hadits hasan riwayat Abu Daud dan Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengerti tabiat kita; suka bercanda. Tapi beliau memberi batasan tegas; celaka jika hanya untuk membuat tertawa lawan bicara dengan cerita dusta. Bagi ahli ilmu, tertawa terbahak atau terpingkal saja sudah menjadi aib buat mereka. Apalagi tertawa dengan cerita dusta. Mereka memiliki rasa malu untuk tertawa terbahak-bahak dengan suara yang nyaring. Allah berikan mereka ilham untuk memandang candaan dusta itu sebagai perihal yang tidak pantas ditertawakan. Karena mereka menjaga hati dan jiwa mereka dari sakit dan matinya hati.
Secara khusus Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengisyaratkan,
“Janganlah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.” (Shahih Al Jami’, dari Abu Hurairah)
Menjadi seorang yang nyaman dan menyenangkan dalam bermuamalah tidak harus menjadi pelawak. Tidak harus menjadi pecundang cerita lucu dan saru sebagai bahan berbicara atau menulis. Tapi nyaman dan menyenangkan itu dengan tulisan ilmiah dengan nasehat yang tidak menggurui, dengan syair yang bermartabat, mengangkat muruah dan harga diri. Wuik.. Hehe.. Biar ga serius-serius amat..
Sahabat tercinta, sibukkan dengan membaca, belajar dan menghapal. Jika memang sedang tidak ingin menulis postingan, tahanlah tangan kita. Karena syaithan selalu memotivasi dan membisikkan anak manusia untuk berkata atau menulis yang tidak perlu. Ini nasehat mau tidak mau juga memukul diri saya sendiri. Karena terkadang saya juga terbahak dan juga menulis postingan yang tidak bermutu. Semoga Allah ampuni.
© Abu Ubaidillah
Kesempurnaan Islam mengajarkan adab dalam bercanda. Satu hal pentingnya adalah TIDAK BERDUSTA. Saya tulis dengan kapital karena ini menjadi sangat penting. Betapa banyak teman dan sahabat kita yang mengerti dien bahkan, bercanda dalam tulisan mereka sekedar ingin membuat saudaranya terbahak. Mungkin sekedar copas aja. Tapi sungguh ancamannya nyata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengerti tabiat kita; suka bercanda. Tapi beliau memberi batasan tegas; celaka jika hanya untuk membuat tertawa lawan bicara dengan cerita dusta. Bagi ahli ilmu, tertawa terbahak atau terpingkal saja sudah menjadi aib buat mereka. Apalagi tertawa dengan cerita dusta. Mereka memiliki rasa malu untuk tertawa terbahak-bahak dengan suara yang nyaring. Allah berikan mereka ilham untuk memandang candaan dusta itu sebagai perihal yang tidak pantas ditertawakan. Karena mereka menjaga hati dan jiwa mereka dari sakit dan matinya hati.
Secara khusus Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengisyaratkan,
لاَ تُكْثِرُ الضَّحَكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحَكِ تُمِيْتُ القَلْبَ
Menjadi seorang yang nyaman dan menyenangkan dalam bermuamalah tidak harus menjadi pelawak. Tidak harus menjadi pecundang cerita lucu dan saru sebagai bahan berbicara atau menulis. Tapi nyaman dan menyenangkan itu dengan tulisan ilmiah dengan nasehat yang tidak menggurui, dengan syair yang bermartabat, mengangkat muruah dan harga diri. Wuik.. Hehe.. Biar ga serius-serius amat..
Sahabat tercinta, sibukkan dengan membaca, belajar dan menghapal. Jika memang sedang tidak ingin menulis postingan, tahanlah tangan kita. Karena syaithan selalu memotivasi dan membisikkan anak manusia untuk berkata atau menulis yang tidak perlu. Ini nasehat mau tidak mau juga memukul diri saya sendiri. Karena terkadang saya juga terbahak dan juga menulis postingan yang tidak bermutu. Semoga Allah ampuni.
© Abu Ubaidillah
